Indonesiasurya.com, Lembata - Inisiatif Lembaga Pengembangan Masyarakat Lembata (BARAKAT) mengangkat tradisi Welomatan - sebuah janji adat untuk melindungi pantai dan Tanjung Nuhanera yang sejak lama dilaksanakan oleh masyarakat desa Tapobaran kecamatan Lebatukan kabupaten Lembata, Provinsi NTT patut diberikan apresiasi.
Tradisi Welomantan dengan salah satu aksi konservasi nyata bernama muro yang gencar di hidupkan oleh Barakat harus mendapat dukungan semua pihak untuk menjaga alam.
Saat ini Masyarakat Desa
Tapobaran dan Komunitas Adat sedang mempersiapkan program Pengembangan Ekonomi Biru Berbasis Kearifan Lokal di Muro WeloMatang Desa Tapobaran. Yang mana Program ini bertujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat melalui pelestarian laut yang telah dijaga secara adat yakni MURO,
Dan untuk menyukseskan program tersebut dibutuhkan dukungan berbagai pihak.
BARAKAT memfasilitasi kegiatan Focus Group Discussion (FGD) sebagai forum untuk berbagi informasi, menyatukan pandangan dan membangun kerja sama antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha dan masyarakat.
Benediktus Bedil ketua Barakat dalam FGD mengatakan, Tapobaran berdiri sebagai sebuah inspirasi di tengah arus modernisasi yang menggerus kearifan lokal dimana masyarakat Tapobaran memperkuat ikatan mereka dengan tradisi. Mereka tidak hanya hidup berdampingan dengan alam, tetapi juga menjaganya melalui sebuah sistem konservasi sakral bernama Muro
"Welomatan-sebuah janji adat untuk melindungi pantai dan Tanjung Nuhanera sebagai ruang hidup para leluhur. Dan Komitmen ini, telah dikukuhkan dalam Peraturan Desa hingga mendapat legitimasi dari pemerintah pusat, Sebuah modal sosial dan ekologis yang tak
ternilai harganya" Urai Bedil
Lanjut Benediktus, .namun di balik keteguhan mereka menjaga laut, tersimpan sebuah ironi: dimana masyarakat yang melindungi sumber daya paling vital ini justru masih hidup dalam keterbatasan ekonomi.
FGD ini lahir dari sebuah keyakinan bahwa konservasi dan kesejahteraan tidak
seharusnya menjadi dua kutub yang berlawanan. Masyarakat Tapobaran tidak semestinya dibiarkan memilih antara menjaga tradisi atau mengisi perut.
Barakat berkeyakinan bahwa kearifan lokal mereka adalah fondasi terkuat untuk membangun sebuah model ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Pengembangan Ekonomi Biru di Tapobaran menjadi sebuah keharusan, bukan untuk
mengubah tradisi mereka, melainkan untuk memberikan nilai tambah pada apa yang telah mereka jaga selama ini.
Ini adalah upaya untuk mentransformasikan pengorbanan ekologis mereka
menjadi sebuah berkah ekonomis, memastikan bahwa para penjaga laut ini juga dapat menikmati buah dari kelestarian yang mereka rawat.
Untuk mewujudkan cita-cita membangun yang kompleks meningkatkan ekonomi biru
tanpa mencederai kesakralan tidak ada satu pihak pun yang bisa berjalan sendiri. Oleh karena itu, FGD ini dirancang dengan menggunakan pendekatan Model Quadruple Helix (Heliks Berpilar Empat). karena tanpa kolaborasi, program yang paling baik sekalipun akan rapuh.
Pendekatan ini memposisikan Masyarakat Adat Tapobaran sebagai subjek dan pemilik utama program, karena merekalah pemegang kearifan dan energi penggeraknya.
Kami mengajak Pemerintah,
baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, untuk hadir sebagai fasilitator yang memberikan payung hukum dan dukungan kebijakan.
Kami juga mengundang rekan-rekan Akademisi untuk berperan sebagai mitra pengetahuan, yang membantu dengan riset, pendampingan, dan inovasi yang berbasis pada data dan penghormatan terhadap budaya.
Terakhir, kami mengajak para pelaku Industri dan sektor swasta untuk melihat Tapobaran bukan sebagai objek eksploitasi, melainkan
sebagai mitra strategis dalam membangun pariwisata yang etis dan rantai pasok produk laut yang berkelanjutan, agar kolaborasi ini dapat terjalin secara efektif.
Hadir juga pada kesempatan tersebut, Prof. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum.Perwakilan Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Universitas Sanata Dharma,
Tampak juga perwakilan pemerintah Kabupaten dari dinas Pariwisata, Koperindak, pemdes, dinas perikanan juga Balitbangda. Kepala desa Tapobaran, dan tokoh masyarakat Alwi muri.