INDONESIASURYA.COM - Banyak tidak tahu bahwa, Paus Leo XIV pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia merupakan seorang mantan guru matematika
Pada Tahun 1975, Paus XIV dengan nama asli, Robert Prevost berada di puncak kariernya. Sebagai Guru matematika di Chicago.
Ketika itu, Robert yang adalah Seorang Katolik taat. Diterima kuliah lanjut di Fakultas Hukum Harvard. Dan memiliki semua yang dapat diimpikan oleh seorang pemuda.
Namun, Prevost muda membuat keputusan mengejutkan. Ia berkata tidak kepada Harvard. Tidak untuk masa depan yang bergaji tinggi. Tidak untuk ketenaran. Tidak untuk kenyamanan.
Robert Prevost mengambil jalan untuk sesuatu dan hanya sedikit orang berani memilih: kehidupan yang penuh penyerahan diri.
Robert muda lebih memilih bergabung menjadi misionaris, dan diutus ke Peru setelah ditahbiskan.
Bukan ke kota-kota. Bukan ke tempat-tempat wisata, melainkan ke desa - desa paling terpencil di mana anak - anak meninggal karena penyakit yang tak dapat diobati. Keluarga - keluarga berjalan bermil - mil hanya untuk mendapatkan air bersih. Tidak ada jalan. Tidak ada air mengalir. Hanya pegunungan, keheningan, dan pasti kemiskinan.
Prevost tidak hanya tinggal di antara orang-orang terpencil itu, tetapi Ia juga menjadi salah satu dari mereka.
Belajar Quechua - bahasa suci suku Inca. Membawa makanan dengan berjalan
kaki berhari - hari. Tidur di lantai tanah bersama umat. Berdoa di bawah
bintang-bintang.
Saat ia tidak dapat membangun tempat berteduh. Ia mengajar matematika kepada anak-anak bertelanjang kaki di bawah atap yang rusak.
Saat ia tidak mengajar.
la menggendong orang sakit diatas keledai untuk mendapatkan pertolongan.
Saat ia tidak dapat menyembuhkan. Ia mendengarkan benar-benar mendengarkan, kisah- kisah yang tidak ingin didengar orang lain.
Sementara teman - temannya di kampung halaman menjadi pengacara dan dokter. Ia menjadi sesuatu yang sama sekali berbeda. Iya menjadi Seorang gembala. Seorang saudara. Seorang misionaris yang berjuang
dalam diam. Tidak disorot. Tidak disiarkan. Iya menjadi hamba Tuhan yang taat.
Tahun 1998, ia ditarik kembali ke Amerika, memimpin komunitas Agustinian di Chicago. Kemudian ke Roma, menjadi Pemimpin Umum
2.800 Agustinian di lebih dari 40 negara.
Tahun 2014, ia kembali lagi
ke Peru, ke tanah misi yang selalu dia rindukan, tapi bukan lagi sebagai imam. Tapi sebagai Uskup di Chiciayo.
Robert Prevost tak berubah. Tidak ada yang berubah, Dia masih memakai sandal yang sama. Tetap saja dia berjalan bersama orang miskin. Tetap saja dia
menolak kemewahan.
Tahun 2023, Vatikan memanggilnya,
bekerja dekat dengan Sri Paus. Dan berturut - turut tanggungjawab besar dipercayakan di pundaknya. la tak
mengeluh, apalagi menyerah.
Dia tidak hanya fasih dalam bahasa Latin dan Hukum Kanon. Dia juga fasih dalam belaskasih.
Dalam kerendahan hati. Dalam mendengarkan. Dalam kehadiran.
Dan tahun 2025, sejarah tercipta. Pemuda yang dulu menolak tawaran
Harvard itu terpilih menjadi Paus, dan memilih nama Leo XIV.
Untuk pertama kali, seorang Amerika, seorang mantan guru matematika, seorang misionaris bagi mereka yang terlupakan, menjadi pemimpin tertinggi umat Katolik di muka bumi.
(Re-edit dari tulisan Marlon Eugenio Apat)