Kecamatan Omesuri dan Buyasuri di Kabupaten Lembata-yang secara budaya dikenal sebagai wilayah Kedang-belakangan ini kembali dirundung masalah yang belum kunjung selesai terkait pemadaman listrik oleh PLN yang terjadi secara berulang. tiba-tiba. dan tanpa penjelasan yang memadai.
Masalah ini bukan hanya soal teknis. melainkan telah berkembang menjadi persoalan struktural sosial dan politis yang mengganggu sendi-sendi kepercayaan masyarakat terhadap negara dan para wakilnya
Pihak PLN berdalih bahwa gangguan listrik disebabkan oleh pohon- pohon kemiri kelapa pisang dan jenis vegetasi lainnya yang menyentuh kabel saluran listrik.
Ketika ranting patah dan menyentuh kabel jaringan terputus. Solusinya? Putuskan sambungan Pemadaman sepihak dilakukan tanpa pemberitahuan kepada masyarakat. Ini cara yang tidak adil apalagi dalam konteks pelayanan publik. Padahal pohon-pohon tersebut adalah milik rakyat. Kemiri dan kelapa bukan sekadar tumbuhan liar. melainkan aset produktif yang menopang ekonomi keluarga. Ketika masyarakat diminta untuk mengizinkan penebangan mereka pun menuntut hak yang wajar kompensasi. Namun hingga hari ini belum ada kejelasan apakah PLN sebagai BUMN memiliki skema anggaran untuk memberikan ganti rugi terhadap tanaman produktif yang ditebang demi jalur listrik.
Masalah menjadi semakin kompleks karena tidak ada kejelasan komunikasi dan koordinasi dari pihak PLN kepada masyarakat maupun pemerintah daerah. Hal ini menyebabkan kebingungan. kekecewaan bahkan konflik sosial yang tidak perlu
Di tengah kondisi ini pertanyaan terbesar muncul Di mana peran para wakil rakyat?
Wilayah Kedang memiliki delapan anggota DPRD yang saat ini duduk di Peten Ina (DPRD Kabupaten Lembata). Namun dalam polemik listrik yang terus mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat. hanya satu nama yang tampak aktif menyuarakan keresahan warga Khaidir Robi
Ia hadir mendengar dan mencoba menjembatani persoalan ini di tingkat kebijakan daerah.
Sementara tujuh anggota dewan lainnya memilih diam. Tidak ada pernyataan publik. tidak ada inisiatif bertemu PLN. tidak ada langkah nyata di tengah krisis kecil yang berdampak besar. Sikap abai seperti ini menciptakan jarak antara rakyat dan para wakilnya. Mereka yang seharusnya menjadi corong aspirasi justru menutup telinga saat suara rakyat paling membutuhkan gema.
Kita tidak sedang bicara soal ketidakpuasan semata. Ini tentang pelanggaran terhadap tanggung jawab moral dan konstitusional Wakil rakyat bukan hanya penonton dari atas panggung kekuasaan. Mereka adalah bagian dari sistem pelayanan publik yang seharusnya hadir aktif proaktif dan berpihak kepada rakyat-terutama dalam persoalan dasar seperti listrik.
Jika pemadaman listrik terus dibiarkan tanpa solusi sistematis. dan jika DPRD gagal mengawal masalah ini. maka bukan hanya arus listrik yang padam. Yang ikut padam adalah kepercayaan rakyat terhadap lembaga yang seharusnya mewakili suara mereka.
Masyarakat Kedang adalah masyarakat yang cerdas dan sabar Tapi kesabaran itu tidak boleh disalahartikan sebagai kelemahan. Hari ini mereka diam. tapi mereka mencatat. Dan ketika pemilu berikutnya datang mereka akan memilih bukan lagi karena janji. tapi berdasarkan rekam jejak.
Karena ketika wakil rakyat lupa siapa yang mereka wakili. maka rakyat juga berhak untuk mengingat siapa yang seharusnya tidak lagi dipilih
Tentang Penulis:
Lambertus Laba Leumara atau Berto. adalah praktisi kuliner dan penulis asal Lembata yang aktif menulis di Kompasiana. membagikan refleksi tentang hidup. kerja. dan isu sosial.