Atakore, 21 Mei 2025, Indonesiasurya.com - Ketua Forum Pemuda desa Atakore Andreas Baha Ledjab bersuara lantang dengan tegas mengatakan, Kami, warga Desa Atakore, Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata, menyatakan protes keras dan penolakan tegas terhadap rencana pengembangan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi/PLTP (Geothermal) di wilayah kami.
Dalam siaran Pers Warga Desa Atakore, Atadei, yang diterima Indonesiasurya.com, Kamis, 22/5/2025. Menyebutkan bahwa, Tim Satuan Tugas Penyelesaian Masalah PLTP Flores- Lembata bersama Pemerintah Kabupaten Lembata yang turun ke desa jauh dari prinsip dialog yang setara.
Dalam siaran pers tersebut dikatakan bahwa hari ini, 21 Mei 2025, Tim Satuan Tugas Penyelesaian Masalah PLTP Flores- Lembata bersama Pemerintah Kabupaten Lembata mengadakan kunjungan yang diklaim sebagai "investigasi independen. Namun dalam kenyataannya, forum tersebut jauh dari prinsip dialog yang setara.
Warga yang hendak membacakan pernyataan sikap tidak diberi ruang.
Pertanyaan kami diabaikan. Yang terjadi justru kami diarahkan untuk mendengar presentasi sepihak soal
definisi teknis geotermal, seakan kami tidak mengerti apa yang sedang dipertaruhkan padahal kami sedang berjuang menjaga, hutan kami, air kami, dan hidup kami.
Dalam siaran pers yang tanda tangani oleh Andreas Baha Ledjab dan Nikodemus N Ledjab dikatakan bahwa, Melihat forum yang dikendalikan sepihak dan tanpa ruang bagi suara kritis, kami memilih meninggalkan pertemuan. Kami menolak menjadi pendengar pasif dalam pembicaraan yang menyangkut masa depan kampung kami sendiri.
Sikap tim dan pemerintah hari ini mencerminkan pola yang telah berulang kali terjadi. Pemerintah hanya menjangkau segelintir pemilik lahan dan pemangku ulayat, lalu
mengabaikan masyarakat terdampak secara luas. Pendekatan sempit ini jelas menyalahi prinsip partisipasi bermakna dan transparansi publik.
Dalih "mendengar aspirasi warga" tidak sejalan dengan praktik yang berlangsung di lapangan.
Lebih buruk lagi, forum tadi hanya diisi dengan pemaparan teknis oleh tim investigasi, tanpa sedikit pun ruang untuk diskusi jujur mengenai kekhawatiran yang telah kami suarakan sejak awal.
Tim yang datang bukan mendengar, melainkan mengulang cara kerja lama yang tertutup dan menyisihkan suara rakyat.
-
Kami, warga Atakore baik pemilik lahan maupun bukan telah bersuara jelas:
penolakan ini bukan soal harga ganti rugi lahan.
Ini soal nyawa, tanah warisan, dan kehidupan generasi mendatang.
Alasan Penolakan Kami: Nyawa dan Alam Dipertaruhkan Penolakan ini bukan sikap emosional, tapi hasil dari pertimbangan serius yang menyangkut kelangsungan hidup kami dan generasi mendatang:
Berikut Lima Alasan Penolakan kami ;
1. Minimnya Sosialisasi dan Pengabaian Hak Warga Sejak awal, tidak pernah ada forum musyawarah yang terbuka dan inklusif.
Informasi datang sepihak, tanpa konsultasi yang adil. Ini bentuk pengabaian
terhadap prinsip demokrasi dan hak rakyat untuk didengar.
2. Ancaman Serius terhadap Lingkungan dan Keselamatan Alam
Wilayah Atakore adalah ekosistem pegunungan yang rentan terhadap longsor, krisis air, dan bencana ekologis. Proyek PLTP berisiko merusak keseimbangan alam yang telah dijaga turun- temurun.
3. Krisis Air Bersih dan Risiko Kesehatan
Atakore hanya mengandalkan sumur bor dan sumber air yang sangat sensitif terhadap perubahan ekosistem. Aktivitas geothermal sangat mungkin
mengeringkan, mencemari, atau merusak sumber air yang vital bagi kehidupan
sehari-hari.
4. Tekanan Psikologis terhadap Warga dan Pemilik Lahan Kehadiran tim teknis dan pemerintah tanpa persetujuan warga memberi tekanan terselubung kepada pemilik lahan. Ini bentuk pemaksaan yang melukai rasa keadilan dan martabat masyarakat adat.
5. Pelanggaran terhadap Hak Adat dan Nilai Kultural Wilayah yang direncanakan sebagai lokasi proyek adalah tanah ulayat yang sakral secara budaya dan spiritual. Proyek tanpa persetujuan adat adalah pelanggaran
terhadap konstitusi, nilai luhur, dan peraturan nasional maupun internasional tentang hak masyarakat adat.
Tuntutan Kami Tegas dan Tidak Bisa Ditawar:
1. Hentikan seluruh aktivitas dan rencana pengembangan geothermal di wilayah Desa Atakore dan sekitarnya.
2. Hentikan pemaksaan terhadap warga, baik secara halus maupun struktural.
3. Hargai hak bicara dan partisipasi warga sebagai bagian dari proses demokratis.
4. Lindungi tanah adat, air, hutan, dan hak-hak masyarakat Atakore yang sah.
Kami ingin mengingatkan, bahwa hari ini kami keluar dari forum, tapi kami tidak keluar
dari perjuangan. Kami menolak diatur dalam diam. Kami bukan objek pembangunan —
kami penjaga tanah ini.
Jika pemerintah tidak mendengar, suara kami akan lebih nyaring. Dari kampung, dari hutan, dari setiap mata air yang kini kami jaga lebih erat dari sebelumnya. Karena yang kami lawan bukan sekadar proyek, tapi ketidakadilan yang
dibungkus pembangunan.
Atakore Menolak! Jaga Air, Jaga Hidup, Jaga Harga Diri.
Hormat kami, Warga Desa Atakore.
Andreas Baha Ledjab dan Nikodemus N Ledjap